Melepas Penat di Gunung Papandayan


Kegiatan traveling memang sudah menjadi agenda rutin setiap saya mulai jenuh dengan pekerjaan sehari-hari. Awalnya saya dan teman-teman berencana mengunjungi Gn.Rakutak atau Gn.Cikuray. Setelah saya browsing dan tanya teman sana sini, ternyata tracknya terlalu membahayakan bagi pemula seperti kami. Akhirnya diputuskan untuk menyambangi tetangganya Gn.Rakutak dan Gn.Cikuray, yaitu Gn.Papandayan.
Gn. Papandayan merupakan gunung api strato yang terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Gunung ini memiliki tinggi 2665 Mdpl.

Jumat sore saya pulang kantor jam 5 sama dua teman saya yang juga satu kantor. Kami pulang ke kost-an untuk repacking lagi. Setelah Maghrib, jam 7-an kami langsung berangkat menuju Terminal Kampung Rambutan. Sampai di Terminal Kampung Rambutan sekitar jam 9 malam. Kami sempatkan untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah berontak. Setelah selesai makan, kami berangkat dengan bus jurusan Garut bernama Saluyu Prima dengan tarif Rp. 42.000,-.

Dini hari jam 2-an ketika saya sedang tertidur di bus, tiba-tiba dibangunin teman saya bahwa engsel ban bus ternyata patah dan seluruh penumpang diharuskan turun. Pantas saja saat bus ngebut di Tol Cipularang sangat terasa jalannya bus gak stabil. Alhamdulillah pengemudi dan keneknya sadar kalau ada yang gak beres dengan kondisi bus.

Setelah turun, sempat terjadi keributan antara supir dan kenek bus, malahan yang satu bawa kunci inggris dan yang satu lagi bawa batu, aduh membuat saya semakin bete, bukannya bertanggungjawab mencarikan pengganti kendaraan malah ribut. Akhirnya karena tak kunjung ada tanggungjawab dari kru bus. Untuk menghemat waktu sekitar jam 3 pagi saya dan rombongan pendaki lain memberhentikan angkutan kota sejenis elf untuk mengantarkan ke Cisurupan, bukan sampai Terminal Guntur, setelah deal harga Rp.25.000/orang, kami pun berangkat.

Jam 5.25 pagi, kami sampai di pertigaan Cisurupan, saya menyempatkan untuk ganti pakaian dan bersih-bersih di Masjid Agung Cisurupan, lalu dilanjutkan dengan mencari koalisi untuk mencarter mobil pickup untuk sampai ke kaki gunung. Biayanya per-orang Rp.15.000,- dan minimal 10 orang. Setelah berkoalisi dengan rombongan pendaki lain, kami langsung berangkat.

Jalan yang kami lalui cukup panjang, kira-kira memakan waktu 1 jam perjalanan. Selain jalurnya panjang dan menanjak, tekstur jalannya juga rusak, banyak kerikil. Jadi harus pegangan yang kuat pada besi pinggiran mobil.

Begitu sampai, kami langsung registrasi pendakian, cukup ketua kelompok saja yang mengurusnya. Di sini diminta bayar uang masuk, murah kok Rp. 2000,- saja. Setelah semua beres, kami menyempatkan sarapan di warung bambu yang tersedia di parkiran Pos I atau dikenal dengan nama Camp David. Saya memesan nasi putih yang sudah dingin karena udara pegunungan dan telur dadar panas, serta minum teh tawar hangat.

Selesai mengisi perut, kami langsung berangkat tracking. Track yang pertama dilalui berupa pasir padat dan kerikil, terus menanjak landai hingga ke kawah pertama. Setelah kawah pertama, track berikutnya tetap terus menanjak, berupa pasir putih dan kerikil. Sangat sangat saya sarankan untuk memakai kacamata hitam, masker dan sunblock, kalau perlu tebal sunblock-nya 5cm dari kulit, hahaha. Karena perlu diketahui muka saya gosong setelah pulang dari sana.



Track berikutnya mulai ada pepohonan, walau gak banyak banget tapi lumayan teduh, setelah itu akan melewati sungai kecil yang airnya dingin dan segeeeerrr. Setelah melewati sungai, track selanjutnya adalah menyusuri tebing, di sini juga gersang, tapi pemandangannya bagus, cocok buat foto-foto narsis, dijamin bikin ngiler yang lihat hasil fotonya.


Setelah berjalan lebih kurang selama 3,5 jam (Normalnya 2 jam, menjadi lebih lama karena sering berhenti ngambil napas dan ngambil foto), sampailah di Pos II yaitu Pos Pengalengan. Disini para pendaki bisa istirahat, sholat, dan kalau yang ingin buang air disediakan toilet darurat. Ssssttt ada tukang bakso ikan juga loh..

Dari Pos II menuju Pondok Saladah memakan waktu sekitar 15-30 menit tergantung perjalanan. Sekitar jam 12 siang kami sampai di Pondok Saladah. Langsung mencari tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Karena kami lihat tenda pendaki lain di pondok salada terlihat gersang dan panas, maka kami putuskan untuk mendirikan tenda di antara pepohonan, lebih sejuk dan lebih terlindung dari angin besar. Setelah tenda berdiri dan siap ditempati, kami bergegas masak makan siang karena perut sudah mulai keroncongan.

Selesai makan siang, kemudian kami membersihkan diri, dan tidur siang (jarang-jarang bisa tidur siang di gunung). Malam harinya kami habiskan dengan ngobrol-ngobrol gak penting, dan bercanda dengan candaan gak mutu, hehehe.. Beruntungnya kami dapat tetangga yang super duper asik, mereka menyiapkan dua api unggun, dan berceloteh yang sering membuat kami tertawa, sangat menghibur.


Lagi tidur tiba-tiba ada suara "Ran bangun Ran, mau ke puncak gak lo?", saya cek jam di handphone dan ternyata masih jam 12 malam, haduh si Dita ini -_-'. Jam 3.30-an pagi, diluar tenda mulai ramai suara yang ngajakin ke puncak. Karena saya gak mengejar sunrise, saya gak ke puncak pagi itu. Saya lebih memilih untuk  ke toilet yang memang disediakan untuk para pendaki. Dinginnya udara membuat saya bergegas kembali masuk ke dalam sleepingbag.

Pagi harinya jam 7, kami berangkat menuju Hutan Mati dan Tegal Alun. Perjalanan dari Pondok Saladah gak gitu jauh. Melewati beberapa tanjakan landai, maka sampailah di Hutan Mati. Hutan Mati merupakan tanah yang teksturnya sedikit lunak berwarna putih, berkerikil, dan terdapat banyak batang pohon. Hutan Mati tercipta karena adanya erupsi letusan Gn.Papandayan.


Jalur dari Hutan Mati ke Tegal Alun dekat, hanya saja harus melalui yang namanya Tanjakan Mamang, entah kenapa dinamakan seperti itu. Sebelum melihat langsung, saya sempat browsing seperti apa Tanjakan Mamang, dijelaskan sekitar 45 derajat kemiringannya. Saya pikir ooh okelah kalau sekitaran 45 derajat, ternyata pas saya lihat dan rasakan langsung, boro-boro 45 derajat, ini mah hampir 90 derajat! Ini seperti menanyakan panjang jalan dalam satuan KM kalau lagi ke daerah, misalkan dibilangnya cuma 5 KM kenyataannya bisa 15 KM.

Tanjakan Mamang ini tekstur track-nya dari tanah merah padat dan dilapisi dengan pasir, sesekali ada batu. Jadi licin, dan harus hati-hati. Bersyukur banget gak hujan, kebayang dong kalau hujan gimana jadinya. Gak hujan aja saya harus sedikit merayap untuk mendakinya.

Setelah melewati Tanjakan Mamang, sampailah kami di padang Edelweiss yang luas banget, ada yang bilang luasnya sekitar 32 Hektar! Padang Edelweiss ini bernama Tegal Alun. Puas-puasin deh ngambil foto di sini untuk pamer ke orang-orang, hehehe.



Dari Tegal Alun kami langsung turun ke tenda untuk masak, makan, dan packing barang untuk bersiap pulang. Perjalanan turun tentu lebih cepat dari naik. Gak terasa tibalah kami di Pos I. Istirahat sebentar sambil menikmati es campur dan siomay, serta berusaha mencari koalisi untuk naik pickup.

Kami sampai di Cisurupan jam 16.30-an, kemudian melanjutkan perjalanan ke Terminal Guntur dengan angkot. Sampai Terminal Guntur jam 18.00, dan syukurnya dapat bus AC jurusan Garut -Kp.Rambutan. Jam 12 malam kami tiba di Kampung Rambutan. Karena jam 7 pagi harus masuk kerja lagi, maka kami memutuskan untuk naik taksi, mengingat lewat tengah malam busway sudah tidak ada ke arah Slipi, dan angkot sudah sulit ditemui.

Penat hilang, foto-foto bagus, dan hati puas, itu yang kami rasakan setelah mendaki Gunung Papandayan. Semoga bisa mengunjungi gunung ini lagi lengkap dengan landscape alamnya yang indah.

6 comments:

  1. Lama pensiun dari gunung, membaca tulisan ini jadi ingat masa muda. Semangatnya boleh. Padahal masih kerja. Kalo saya dulu buat preparation saja tidur dulu dua hari ^.^ makasih sudah follow IGnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe Iya Mas, jadi harus ngatur2 jadwal tripnya. Terima kasih sudah mampir :)

      Delete
  2. Wah keren tuh mbak.
    Rencana saya juga mau nanjak ke sana tgl 8 - 10 nov ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas, waah asiknyaaaa.. Jangan lupa yaa bawa sunblocknya, hehehe

      Delete
  3. emank salah satu cara melepas penat ialah naek gunung, btw udah setaon ini gw ga pernah naek gunung lage.. :'(

    ReplyDelete
  4. Waaah ini sih gunung tempat saya main sejak SD hingga kini punya anak yg bentar lg SD :)

    Main2 ke rumah sy di sini www.linasasmita.com

    ReplyDelete